Warga menyalakan petasan jenis sreng dor. Foto Luhur W Wijaya |
Kendati pesta petasan yang dimulai sekitar pukul 20.00 WIB hingga dini hari itu membahayakan keselamatan jiwa tapi pesta “dar der dor” di ketinggian sekitar 50 meter dengan percikan warna warni kembang api itu selalu dibanjiri massa. Bahkan, saking terkenalnya, pengunjungnya tak hanya dari warga Jombang saja. Namun, tak sedikit massa yang datang dari luar Jombang, semisal Kediri, Nganjuk, Mojokerto, dan Lamongan
Saat yang ditunggu-tunggu telah tiba, seperti dikomando warga membawa gantangan bambu yang diatasnya terdapat deretan mercon jenis sreng dor. Sebagai pembukaan warga menyalakan mercon sebesar lengan orang dewasa, atau warga setempat menyebutnya dengan sebutan mercon blanggur, Blaaaar!!! suara ledakan memecah suasana, berikutnya warga menyulut mercon renteng ditutup dengan ribuan sreng dor.
Tradisi berbahaya ini biasanya di gelar setiap hari Raya Kupat atau lima hari setelah Hari Raya Idul Fitri. Tradisi yang sudah ada sejak puluhan tahun ini berawal dari Nur Arifin seorang tentara angkatan 45, Awalnya Arifin iseng membuat petasan untuk memeriahkan datangnya Idul Fitri.
Fauzi, salah satu keluarga Arifin menuturkan awal merebaknya bisnis petasan di desanya itu. Diceritakan, ide untuk membuat petasan Arifin bermula dari iseng untuk meramaikan datangnya Idul Fitri. Dengan berbekal keahliannya yang diperoleh saat menjadi tentara, Arifin mecoba membuat petasan dengan jenis yang sederhana. Rupanya, ide Arifin ini banyak digemari warga. Setiap Idul Fitri, warga setempat menginginkan Arifin utnuk menggelar pesta petasan. Hingga agenda rutin menyambut Idul Fitri dengan pesta petasan pun terbentuk.
Warga pun berkeinginan untuk memiliki keahlian serupa dengan Arifin. Dengan niat menularkan ilmunya, Arifin pun berusaha untuk mendidik beberapa warga yang dipercaya untuk membuat petasan. ''Tapi waktu itu Pak Arifin tak sembarangan memilih orang. Mereka disuruh berpuasa dulu dan diberi aturan untuk tidak menggunakan sembarangan keahlian membuat petasan ini,'' kata Fauzi.
Pesan ini rupanya tak banyak diindahkan beberapa orang yang mewarisi ilmu Arifin. Hingga akhirnya, keahlian merakit petasan ini seakan menjadi milik seluruh warga. Niat untuk membalik pesan Arifin juga dilakukan warga dengan menjual keahlian itu. Hingga setelah berjalan beberapa tahun, Keras menjadi desa penghasil petasan terbesar di Jombang. (lw2)