Katirah sedang menambal ban bocor.
Rahmat Sularso Nh./bejo.net
|
beritajombang.net, JOMBANG
- Di rumah yang berjarak selangkah dengan jalan terlihat seorang perempuan
bertubuh tambun ini, ulet menambal ban sepeda angin. Tanpa cangung atau malu meski
banyak mata pengendara sesekali menoleh kehadapannya. Agak aneh dan tidak biasa
melihat perempuan melakukan pekerjaan laki-laki seperti itu. Namanya Katirah,
perempuan asal Pacitan ini sudah lama menjadi penambal ban di Jalan Krakatau,
Desa Tunggorono, Jombang, tepatnya 50 meter ke arah Barat trafic light persimpangan Jalan Yos Sudarso Jombang.
Berada di beranda rumah yang
berukuran 5 x 2 meter ia dengan cekatan membuka ban sepeda yang saat itu akan
di tambal. Jemari tangannya luwes memainkan peralatan menambal dan secara
bertahap mencari letak kebocoran. Sambil bercerita jika keahliannya ini
dimiliki hanya dengan memperhatikan suaminya menambal.
“Waktu itu bapak tidak ada Mas. Ada
orang yang mau menambal. Jadi ibu tangani saja karena sayang kalau di tolak,”
tutur perempuan paruh baya ini.
Terpenting bagi Katirah hanyalah Bismillahirrahmanirrahim saat mengawali
menambal. Ia pun tidak memungkiri jika tenaganya tidaklah sekuat tenaga
laki-laki. Sehingga setiap kali akan menambal maka berdoa terlebih dahulu.
Bukan hanya sepeda angin yang pernah ditambal ibu sembilan anak ini. Mulai
sepeda motor dan mobil pun pernah di tanganinya. Maklum saja di tempatnya
membuka jasa tambal ban hingga 24 jam hanya dirinya.
Katirah mengakui, “Ibu tidak kuat
kalau jagang tengah (Jawa: standar)
dan pompa ban terlalu lama.”
Setiap kali membuka standar, Katirah
selalu meminta pemilik kendaraan membukanya sendiri. Demikian juga sebelum
memiliki pompa angin disel, ia meminta pengendara menambah angin di ban sendiri
kalau merasa kurang. Namun selama lima belas tahun berjalan sampai sekarang
belum ada yang komplain terhadap pekerjaannya.
Sehari bisa jadi empat hingga lima
sepeda ditangani oleh Katirah. Terlebih saat sore atau malam bukannya makin
sepi malah bertambah banyak terutama kendaraan bermotor. Praktis ia pun
memberikan harga terhadap jasanya tidak serupa di kala waktu sebelumnya. Satu
sepeda motor di hargai 10.000 rupiah karena pertimbangan waktu sudah malam.
Terpaksa perempuan yang gemar memakai pensil mata warna merah ini tidur tanpa
menutup rumahnya.
“Harapan Ibu hanya ingin mempunyai
rumah sendiri. Untuk berjaga kelak di kemudian hari,” ungkap Katirah.
Rumah yang ditempati Katirah dengan
suaminya sekarang memang tanah bekas galian milik orang lain. Sejak tahun 1990
an mereka rela bertahap meratakan sedikit demi sedikit dengan abu dan tanah.
Kini Katirah mulah memikirkan kedepannya jika terjadi sesuatu sudah bersiap
karena telah mempunyai rumah sendiri. Apalagi rumah sekarang cukup sempit untuk
beraktifitas berumah tangga. (lar)