mas darji template
Headlines News :
Home » » Kisah Guru SDN Pojok Klitih 3 Plandaan Menuju Sekolah, Harus Jalan 1,5 Jam dan Sebrangi 3 Sungai

Kisah Guru SDN Pojok Klitih 3 Plandaan Menuju Sekolah, Harus Jalan 1,5 Jam dan Sebrangi 3 Sungai

Reporter : Unknown on Sabtu, 05 Maret 2016 | 09.21


MENANTANG MAUT: Salah satu sungai yang harus disebrangi para guru. Sungai ini arusnya sangat deras, terutama saat musim penghujan. foto: rony suhartomo/BeritaJombang

Di Jombang, tepatnya di Sekolah Dasar Negeri Pojok Klitih 3 Kecamatan Plandaan, para guru dan murid harus berjibaku dengan derasnya air sungai untuk bisa mencapai sekolah mereka. Selain menempuh medan yang membahayakan, mereka masih diharuskan berjalan kaki selama kurang lebih 1,5 jam menyusuri hutan untuk bisa sampai di sekolah tempat mereka belajar mengajar.
Namun semangat para guru dan murid SDN Pojok Klitih 3 Plandaan memang patut diacungi jempol. Lokasi sekolah mereka yang ada di Dusun Nampu Desa Klitih Kecamatan Plandaan, jika di musim penghujan seperti saat ini bagaimana rumitnya jalur yang harus mereka tempuh setiap hari. Meski begitu, baik guru maupun murid tetap bersemangat dan tidak putus asa.
"Motor dititipkan di penitipan di Dusun Tondowesi Desa Pule Kecamatan Jatikalen Kabupaten Nganjuk. Dilanjutkan jalan kaki melalui jalur sejauh 4 kilometer. Kalau jalur luar antara 15-30 kilometer. Karena jalur ini jalur pintas," ujar Kepala Sekolah SDN Pojok Klitih 3 Plandaan, Suwadi kepada wartawan, Jumat (4/3).
(TETAP SEMANGAT: Para guru  menyusuri tebing sungai untuk mencari lokasi yang tepat untuk menyebrang)
Kepala Sekolah yang masih satu tahun bertugas di SDN Pojok Klitih 3 Plandaan tersebut mengaku jika pada musim penghujan, tantangan bertambah. Baik guru maupun murid harus bersabar menunggu surutnya air.
"Kalau jam pulang sekolah hujan lebat pasti sungainya banjir dengan ketinggian setinggi dada orang dewasa. Mau tidak mau harus menunggu surut antara 2-3 jam agar bisa menyebrang ketika mau pulang. Saya aja dulu pernah mau hanyut gara-gara kaki tertimpa batu. Beruntung masih bisa diselamatkan rekan guru lainnya," kata Suwadi mengisahkan.
Tidak jauh berbeda dikatakan oleh Laila Maulidah (34). Guru kelas V yang mulai mengajar di SDN Pojok Klitih 3 sejak tahun 2004 lalu ini menceritakan jika pada musim penghujan, ada guru yang selalu membawa tali tampar untuk alat bantu menyebrang. "Kalau musim hujan bapak-bapak sedia tali tampar. Nantinya tali dibuat pegangan ketika menyebrang," paparnya.
(SEGALA MEDAN: Tidak hanya sungai, para guru juga harus melewati hutan jati untuk menuju sekolah)
Laili menjelaskan, rute sehari-hari yang harus dilewati yakni pos pertama di Dusun / Desa Pule Kecamatan Jatikalen Kabupaten Nganjuk.
"Di pos pertama satu guru dengan lainnya saling menunggu. Setelah itu perjalanan dilanjutkan bersama-sama ke pos dua Dusun Tondowesi Desa Pule. Dalam perjalanan harus menyebrang sungai Beng tiga kali. Selanjutnya istirahat di pos tiga laskar kendem Dusun Nampu Desa Klitih. Setelah itu menuju ke sekolah," jelas Laili.
Sementara itu, Dina Puspitasari (12) siswa kelas VI bersama 15 temannya yang lain berharap agar dibangun jembatan antara Dusun Nampu Jombang dengan Dusun Kedungringin Nganjuk agar perjalanan menjadi mudah.
”Kalau jalan yang biasa dilalui sungainya banjir, terpaksa tidak masuk sekolah. Saya berharap agar dibangun jembatan penyeberangan antara Dusun Nampu Jombang dengan Dusun Kedungringin Nganjuk,” harapnya. (Ony)
(HARUS BERBAGI: Ruangan pun harus disekat untuk membedakan antara kelas satu dan yang lain)
Share this post :
 
Support : Tuhan Yang Maha Esa | .
Copyright © 2011. BeritaJombang.net | Portal Berita Jombang - ...
.. .. .. ..
..:p